Apa itu Screening Saham?
Screening saham adalah sebuah teknik untuk melakukan filter saham berdasarkan kriteria yang sesuai dengan keinginan kita.
IHSG memiliki lebih dari 600 emiten perusahaan. Ada perusahaan bagus dan banyak juga perusahaan yang memiliki kinerja tidak baik.
Untuk melakukan pengecekan secara mendetail untuk semua perusahaan itu membutuhkan waktu yang banyak. Sehingga kita perlu melakukan screening saham agar menghemat waktu.
Bagaimana Cara Melakukan Screening Saham?
Untuk melakukan screening saham kita butuh menggunakan aplikasi. Biasanya software saham dari perusahaan sekuritas kalian memiliki fitur untuk melakukan screening saham.
Saya pribadi menggunakan tiga sekuritas. Tiga sekuritas itu adalah : Mirae Sekuritas, Indopremier dan Sinarmas Sekuritas (sekuritas yang bekerja sama dengan stockbit).
Untuk melakukan screening saham, tentu favorit saya adalah menggunakan fitur pro dari stockbit. Saya sangat puas sekali dengan aplikasi ini. Saya bergabung ke sinarmas sekuritas hanya agar bisa menggunakan fitur pro ini dengan gratis.
Screening Saham Menggunakan Stockbit
Silahkan klik link untuk melakukan stockbit screener ini. Jika anda belum menjadi member pro di stockbit, anda bisa trial 1 bulan untuk menggunakan fitur pro secara free.
Anda bisa menggunakan predefined screener untuk melakukan screening saham. Predefined screener ini adalah kombinasi screening saham yang digunakan investor terkenal di dunia. Dibuat berdasarkan pemikiran yang pernah mereka share di buku ataupun event yang mereka ikuti.
Lalu setelah itu anda bisa pilih Guru Screener dan menentukan screener mana yang mau digunakan.
Beberapa pre-default yang tersedia saat ini:
Value Screener
- Kenneth Fisher Price to Sales
- Piotroski F-Score Price to Earnings
Quality Investing Screener
- Buffetology Esque Sustainable Growth
- Greenbalt’s Magic Formula
- Piotroski High F-Score
Momentum Screener
- 52 Week High Momentum Investing
- Tiny Titans
- Value Momentum
- Price Momentum
Growth Investing Screener
- Peter Lynch Growth Screener
- Martin Zweig Growth Screener
- William O’Neil Can-Slim Esque Screener
Bargain Screener
- Ben Graham NCAV Bargain Screener
- Negative Enterprise Value
- Ben Graham Net Nets Screener
Saya pribadi lebih menyukai untuk membuat screener sendiri berdasarkan kriteria yang saya sukai. Seperti yang pernah saya bahas di artikel “Value Investing – Teknik Mencari Saham Murah dan Bagus“.
Jika anda mau lebih mengerti tentang beberapa screening saham diatas saya menganjurkan membaca buku “street investing” karangan Parahita.
Tapi jika anda mau membuat parameter screening saham manual, maka anda harus mengerti laporan keuangan secara detail. Untuk itu saya menyarankan membaca buku “Cara Mudah Membaca Laporan Keuangan” karya Joeliardi Sunendar.
Setelah anda menentukan kriteria apa yang mau digunakan, maka akan keluar list perusahaan yang masuk ke semua kriteria anda.
Screening Saham Menggunakan HOTS – Mirae Sekuritas
Walaupun saya sangat menyukai aplikasi stockbit. Mirae Sekuritas adalah sekuritas favorit saya. Karena memiliki beberapa alasan:
- Biaya transaksi yang murah dan bisa ditawar sesuai dengan besar modal investasi / nilai transaksi kita.
- Bisa transaksi di pasar negosiasi.
- Memiliki fitur GTC.
- Aplikasinya ringan ketika dijalankan.
Tapi sayangnya untuk screening saham ini bukanlah aplikasi yang saya gunakan. Fitur screening saham di aplikasi ini lebih cocok untuk para trader penganut analisa teknikal.
Anda bisa pilih menu “search stocks – EZ condition search” untuk menggunakan fitur stock screening.
Screening Saham menggunakan IPOT – Indopremier Sekuritas
Saya cukup menyukai aplikasi IPOT ini. Sayangnya kinerjanya cukup lambat. Tapi jika anda tidak memiliki akses ke fitur pro stockbit, maka fitur stock screener aplikasi ini bisa jadi pilihan anda.
Anda bisa akses melalui menu “market analysis – stock screener”
Setelah masuk ke dalam menu tersebut anda bisa memasukkan parameter screening saham yang kalian mau. Beberapa parameter yang tersedia untuk screening saham berdasarkan data laporan keuangan:
- Market Cap : Nilai kapitalisasi perusahaan tersebut saat ini.
- Annual revenue : Nilai pendapatan perusahaan 1 tahun terakhir.
- Annual Net profit : nilai laba bersih perusahaan 1 tahun terakhir.
- Annual EBITDA : nilai laba sebelum pajak, bunga dan depresiasi 1 tahun terakhir.
- Actual PER : PER (Price to Earning Ratio) saat ini. PER adalah berapa tahun laba bersih perusahaan saat ini bisa break-event terhadap harga saham saat ini.
- Annual PER B PER setelah disetahunkan.
- Actual PBV : PBV (Price to Book Value) saat ini. PBV adalah perbandingan nilai buku perusahaan (ekuitas) terhadap harga saham saat ini.
- Annual PBV : PBV setelah disetahunkan.
- Annual EV/EBITDA : Perbandingan Enterprise Value (Nilai market cap setelah ditambah cash dan dikurangi semua hutang berbunga) terhadap EBITDA. Untuk EV (Enterprise Value) akan saya bahas di tulisan terpisah.
- Actual Debt/Equity : Saya biasanya menyebut dengan DER (Debt to Equity Ratio). Perbandingan total hutang dengan ekuitas untuk melihat apakah perusahaan mengalami potensi kesulitan pembayaran hutang di masa depan.
- Annual ROA : ROA (return of asset), berguna untuk melihat efektifitas asset perusahaan dalam menghasilkan laba bersih
- Annual ROE : ROE (return of equity), berguna untuk melihat efektifitas ekuitas (modal perusahaan) dalam menghasilkan laba bersih.
Sangat terbatas pilihan parameter screening yang ada di IPOT ini. Sehingga saya pribadi jarang menggunakannya. Saya sangat menyarankan kalian untuk menggunakan stockbit. Aplikasi itu benar – benar akan membantu kalian sebagai seorang value investor.
PER dan PBV untuk Screening Saham Murah
Parameter yang paling sering digunakan untuk melakukan screening saham adalah PER dan PBV oleh seorang value investor.
Apa itu PER dan PBV?
Price to Earning Ratio (PER) adalah perbandingan antara harga saham dengan laba bersih perusahaan. Jadi jika perusahaan memiliki PER 10X berarti harga saham saat ini senilai 10X dari laba bersih perusahaan.
Price to Book Value (PBV) adalah perbandingan antara hargas saham dengan ekuitas perusahaan. Ekuitas sendiri adalah total kekayaan bersih pemegang modal (hasil dari asset dikurangi dengan liabilities). Jadi jika sebuah perusahaan memiliki PBV 2X maka artinya harga saham perusahaan saat ini memiliki harga 2X laba persih perusahaan.
Saat ini sudah lebih dari 600 perusahaan yang sudah listing di IHSG. Sehingga kita perlu melakukan screening untuk menemukan calon perusahaan yang mau kita cek lebih lanjut sebelum kita berinvestasi di pasar saham.
Jika kalian lihat tulisan calon diatas saya beri penekanan bold, karena ini cuma membantu anda untuk filter saham apa yang kira – kira dihargai murah oleh market saat ini. Tapi jangan pernah buy saham hanya karena PER dan PBV perusahaan tersebut “murah”. Kita perlu melakukan analisa lebih detail terkait kinerja keuangan dan banyak faktor lainnya.
Studi Kasus PER dan PBV
Saya akan memberikan sedikit ilustrasi tentang PER dan PBV untuk lebih mudah dimengerti. Misalkan saya dan anda bekerja sama membuat sebuah coffee shop di daerah Senopati Jakarta, kita sepakat menerbitkan 100 lembar saham, dimana saya memiliki 50 lembar saham (50% kepemilikan) dan anda memiliki 50 lembar saham (50% kepemilikan) dari coffee shop tersebut.
Satu tahun berjalan coffee shop kita memiliki laba bersih (net income) sebesar 1 Milliar rupiah.
Maka Earning per Share (EPS) atau laba bersih per lembar saham dari coffee shop tersebut bernilai 10jt per lembar saham
Rumus EPS = Net income / Jumlah saham beredar
Karena perkembangan coffee shop yang begitu bagus, maka mengundang investor baru untuk menginvestasikan uangnya ke coffee shop tersebut. Dia membeli 20 lembar saham, dimana 10 lembar dari saya dan 10 lembar dari anda dengan modal investasi sebesar 2 Miliar rupiah untuk 20 lembar saham tersebut. Setara dengan 100 juta rupiah per lembar saham
Maka setelah investor itu membeli dengan harga 100 juta rupiah per lembar maka Price Earning Ratio (PER) dari coffee shop kita menjadi 10X (100jt rupiah / 10jt rupiah)
Rumus PER = Harga saham per lembar saham / EPS
PER sama dengan 10X memiliki arti, harga pembelian saham kita dapat dibayarkan dengan laba bersih perusahaan selama 10 tahun atau kita secara itungan kasar akan balik modal setelah 10 tahun dari laba bersih perusahaan.
Coffee Shop kita memiliki total asset senilai 2 milliar rupiah dan memiliki total hutang sebesar 500 juta rupiah, artinya kita memiliki ekuitas (modal usaha) senilai 1,5 miliar rupiah.
Karena total saham beredar di coffee shop yang kita miliki berjumlah 100 lembar saham, maka book value per lembar saham adalah 15 juta rupiah (1,5 miliar rupiah / 100 lembar saham)
Rumus Book value per lembar saham = Ekuitas / jumlah saham beredar
Harga saham per lembar setelah kedatangan investor baru menjadi 100jt, sehingga Price Book Value (PBV) dari coffee shop kita menjadi 6.67X (100 juta rupiah / 15 juta rupiah)
Rumus PBV = Harga saham / Book Value per lembar saham
PBV 6,67X artinya harga saham saat ini senilai dengan 6,67 modal perusahaan.
Studi Kasus PER dan PBV di IHSG
Umumnya PER dan PBV yang rendah banyak dianggap oleh para investor bahwa perusahaan itu sedang dihargai dengan murah oleh market.
Dan disini mulai akan muncul perdebatan seru, dimana banyak yang mengaku dirinya sebagai value investor hanya mau membeli saham perusahaan yang sedang dihargai PER dan PBV rendah.
Dan akan muncul golongan investor yang mengaku dirinya sebagai growth investor tidak masalah membeli saham perusahaan yang memiliki PER dan PBV cukup tinggi, selama perusahaan itu memiliki growth (pertumbuhan laba bersih) yang baik setiap tahunnya.
Biasanya saham yang memiliki PER <=10 ataupun PBV <=1 dianggap murah oleh kebanyakan investor. Tapi seperti yang saya tulis di awal tulisan saya ini, JANGAN mengambil keputusan BUY suatu saham perusahaan hanya semerta PER <=10 dan PBV <=1.
PER dan PBV yang rendah bisa digunakan untuk membantu kita mencari saham (screening) yang kira – kira lagi dihargai murah oleh market saat ini, tapi untuk menentukan apakah kita boleh membeli perusahaan tersebut atau tidak, masih ada hal – hal lain yang perlu kita pelajari.
Tapi tentu jangan membeli saham perusahaan yang memiliki PER dan PBV tidak masuk di akal, karena jelas itu bukan suatu keputusan yang baik.
Sebagai contoh: Saya pernah membuat bedah laporan keuangan untuk perusahaan berkode ENVY yang dari awal melihat PER ataupun PBV nya jelas tidak lah bukan menjadi perusahaan yang akan saya jadikan pilihan investasi.
Saya membuat bedah laporan keuangan ENVY di tanggal 7 desember 2019 di forum stockbit.
Perusahaan tersebut pernah mencapai harga tertinggi di 3000 saat november 2019, kemudian harga perusahaan itu terus turun. Saat saya membuat bedah laporan keuangan ENVY harga perusahaan tersebut masih di 920. Saat itu perusahaan memiliki PER 300X dan PBV diatas 10X
Saat saya membuat tulisan ini (22 Februari 2020) harga perusahaan ini tinggal bernilai 278 (-69.78%). Menurut saya cukup wajar penurunan begitu besar untuk perusahaan yang memiliki PER 300X dan PBV 10X.
Bahkan setelah mengalami penurunan begitu besar, di harga 278 ini ENVY masih memiliki PER senilai 69.5X dan PBV 1.6X yang bagi saya pun masih merasa terlalu tinggi untuk perusahaan ini.
Peringatan Dalam Menggunakan PER dan PBV
Jadi walaupun PER dan PBV tidak bisa dijadikan sebagai indicator tunggal untuk menentukan apakah kita boleh membeli saham tersebut, tapi PER dan PBV bisa membantu kita untuk melihat secara cepat apakah perusahaan tersebut sedang dihargai mahal atau murah oleh market.
Jika PER dan PBV sudah terlalu tinggi dan perusahaan itu bukanlah sebuah market leader di sektornya maka kita bisa berasumsi perusahaan itu saat ini dihargai terlalu mahal.
Tapi tolong diingat, jangan pernah jadikan PER dan PBV sebagai satu – satunya parameter kita dalam membeli sebuah saham.
Screening Saham ala InvestorSaham.id
Saya tidak akan membahas detail parameter per parameter bagaimana cara saya melakukan screening saham. Tapi saya akan memberikan ide bagaimana anda bisa membuat kombinasi dalam melakukan screening saham.
Screening saham bukanlah ilmu pasti. Ini hanyalah alat bantu untuk mempersingkat waktu dalam pencarian saham bagus yang lagi dijual murah.
Setiap orang memiliki preferensi masing – masing untuk melakukan screening saham. Saya akan memberikan ide dan contoh singkat bagaimana melakukan screening saham.
Saya membagi menjadi dua kategori dalam melakukan screening saham:
- Kategori Wajib : Harus dipenuhi dan tidak boleh dilanggar
- Kategori Tambahan : Ini adalah kategori untuk menemukan perusahaan yang menguntungkan. Dan seringkali tidak bisa digunakan semuanya bersamaan.
Kategori Wajib – Perusahaan Tidak Boleh Bangkrut
Sebagai investor maka sebaiknya kita tidak kehilangan uang yang kita investasikan. Jika perusahaan yang kita investasikan bangkrut maka kita akan kehilangan banyak / semua uang kita.
Untuk itu saya memiliki 2 kategori wajib yang harus dipenuhi dalam screening saham saya.
Kategori Wajib 1 – Operating Cashflow Positif
Perusahaan akan mendapatkan profit jika melakukan penjualan dan penagihan kepada pelanggannya. Ketika menerbitkan tagihan maka akan terbentuk akun sales dan cogs di pembukuan perusahaan tersebut.
Sales dikurangi COGS ini akan menjadi laba kotor perusahaan. Perusahaan sudah mencetak laba ketika melakukan penjualan.
Yang menjadi masalah jika perusahaan tidak bisa menghasilkan uang dari penjualan tersebut. Perusahaan tetap membutuhkan uang kas untuk membayar operasional perusahaan.
Dan jika perusahaan tidak bisa menghasilkan kas dari operasionalnya, maka perusahaan harus mendapatkan kas dari pinjaman hutang.
Pinjaman hutang berarti bertambahnya biaya bunga. Kebanyakan perusahaan tidak membebankan bunga jika pelanggan telat melakukan pembayaran.
Sehingga operating cashflow negatif adalah sesuatu yang tidak baik. Saya selalu mencari perusahaan yang memiliki operating cashflow positif dalam screening saham saya.
Apakah ada pengecualian untuk bisa memilih perusahaan yang memiliki cashflow negatif?
Jawabannya bisa. Tapi dengan syarat dia memenuhi dua syarat dibawah ini:
- Operating cashflow negatif konsisten mengecil setiap tahun.
- Memenuhi minimal salah satu kriteria tambahan dalam screening saham ini.
Kategori Wajib 2 – Memiliki Ratio Likuiditas Yang Baik
Perusahaan yang akan mengalami kebangkrutan biasanya dibarengi dengan ratio likuiditas yang buruk. Sehingga saya tidak mau membeli perusahaan yang memiliki ratio likuiditas yang buruk.
Kriteria likuiditas dalam screening saham saya adalah:
- Current Ratio >=1
- Quick Ratio >=1
- Debt to Equity Ratio <=1
Kriteria ratio likuiditas diatas boleh dilanggar jika:
- Perusahaan yang dilihat adalah perusahaan di sektor bank, property dan infrastructure. Karena model perusahaan ini memang memiliki pinjaman yang besar. Sehingga memiliki ratio likuiditas yang besar.
- Jika memenuhi salah satu kriteria tambahan saya.
Kriteria Tambahan – Memilih Perusahaan Yang Resiko Rugi Kecil dan Resiko Untung Besar
Seorang investor yang cerdas adalah investor yang bisa meminimalisasi resiko dan memperbesar peluang untuk meraih profit.
Beberapa kriteria tambahan yang sering saya gunakan adalah sebagai berikut:
Kriteria Tambahan 1 – Memiliki Kas Berlimpah
Kas adalah uang dalam bentuk uang di rekening ataupun uang kas. Kas adalah sesuatu yang sulit sekali dimanipulasi dalam laporan keuangan.
Berbeda dengan fixed asset seperti property. Jika saya memiliki sebuah rumah seharga 1 miliar, ketika saya jual rumah saya bisa diatas ataupun dibawah 1 miliar. Fixed asset adalah sesuatu yang sering dilakukan financial engineering.
Market yang tidak rasional sering memberikan kita peluang untuk mendapatkan perusahaan yang memiliki kas berlimpah. Contoh: (data per 25 Maret 2020)
- HRUM – Market Cap 3.2 triliun rupiah dengan saldo cash 3.1 triliun rupiah.
- MBSS – Market Cap 438 miliar rupiah dengan saldo cash 736 miliar rupiah.
- ADMG – Market Cap 284 milar rupiah dengan saldo cash 313 miliar rupiah.
Bayangkan anda membeli perusahaan yang memiliki cash diatas market cap perusahaan tersebut. Seperti anda membeli perusahaan tapi memiliki banyak gratisan yang anda dapatkan.
Ingat perusahaan ini masih memiliki fixed asset dan kemampuan menghasilkan keuntungan untuk kita.
Jika anda menemukan perusahaan yang memiliki saldo kas >0.8X market cap perusahaan tentu menjadi peluang investasi yang menarik bukan.
Kriteria Tambahan 2 – Fixed Asset Berlimpah dan Hutang Kecil
Idenya sama dengan kriteria tambahan 1, tapi sekarang dalam bentuk fixed asset.
Walaupun di kriteria tambahan 1, saya ada menuliskan tentang kemungkinan terjadinya financial engineering terhadap fixed asset di pembukuan perusahaan. Tapi fixed asset tetap merupakan aset fisik perusahaan.
Mari saya berikan contoh: MMLP memiliki market cap 944 miliar rupiah. Memiliki fixed asset senilai 5 triliun rupiah dengan total hutang senilai 780 miliar rupiah.
Tanpa saya perlu jelaskan panjang lebar anda bisa melihat seberapa menariknya perusahaan ini.
Jadi jika anda menemukan sebuah perusahaan dengan nilai fixed asset diatas market cap maka bisa menjadi peluang yang menarik.
Kriteria Tambahan 3 – Dividen Yang Besar
Dalam berinvestasi saham kita bisa mendapatkan keuntungan dari 2 hal, yaitu:
- Capital gain – mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga saham
- Dividen – mendapatkan pembagian keuntungan dari perusahaan.
Umumnya di IHSG dividen yield di kisaran 1 – 12%. Tapi market sering tidak rasional dan memberikan peluang yang bagus.
Contoh : ITMG umumnya memberikan dividen 2 kali dalam setahun. 23 April 2019 memberikan dividen sebesar 2.045. 15 November 2019 memberikan dividen sebesar 705. Total dividen yang didapatkan investor pada 2019 sebesar 2.750.
Tentu tidak masuk akal jika 2020 ini berharap mendapatkan dividen sama besarnya dengan 2019. Penurunan harga batu bara dan krisis global karena wabah COVID-19 tentu membuat performance 2020 ini turun. Jadi mari kita turunkan ekspektasi penghasilan dividen 2020 cuma setengah dari tahun 2019. Ekspektasi dividen 2020 adalah sebesar 1.375. Hitungan saya ITMG akan mendapatkan dividen 590 di april ini. Apakah nanti november akan memberikan dividen di kisaran 785 ? Saya tidak tahu, tapi tampaknya masih angka yang masuk akal.
Jika benar 2020 dividen ITMG sebesar 1.375 dan anda membeli per harga saya membuat tulisan ini (6.650). Artinya anda mendapatkan dividen di kisaran 20%. Anda akan balik modal dalam 5 tahun investasi anda hanya dari dividen perusahaan ini. Dimana dividen 1.375 dalam setahun termasuk kecil karena jeleknya harga komoditas batu bara saat ini.
Jika nanti harga batu bara naik, dan saya percaya akan naik, maka kinerja perusahaan akan naik yang artinya dividen bertambah besar dan harga saham naik.
Baca juga : Gold Coal Ratio – Alat Ukur Mahal Murah Harga Batu Bara
Apakah Tidak Menggunakan PER dan PBV dalam Screening Saham?
Seperti yang saya bilang, tidak ada ilmu pasti dalam melakukan screening saham. Jadi anda bisa tambahkan apapun kriteria yang anda suka. Anda bisa menambahkan kriteria seperti:
- PER <10
- PBV <1
- ROE >20%
Saya terkadang juga menambahkan kriteria – kriteria itu. Tapi saya menolak untuk menjadikan tiga kriteria ini sebagai kriteria tambahan yang akan saya ajarkan kepada kalian.
Karena orang seringkali mengambil kesimpulan singkat tanpa mengerti penjelasan dibaliknya.
Tiga kriteria tambahan diatas memberikan logika yang jelas bagaimana mencari perusahaan yang memiliki resiko rendah dan peluang untung yang besar.
Apapun kriteria yang mau digunakan, silahkan disesuaikan dengan preferensi masing – masing
Kesimpulan
Screening saham hanyalah berfungsi untuk memberikan anda list perusahaan apa yang masuk kedalam kriteria anda.
Screening saham bukan menghasilkan list perusahaan apa yang harus anda beli. Ini cuma list yang harus anda cek.
Anda sebagai investor harus melakukan pengecekan lebih lanjut. Jangan malas mengerjakan tugas rumah anda sebagai investor.
Jika anda mau menghabiskan waktu berjam – jam untuk mencari review gadget yang mau anda beli, maka luangkan waktu untuk menganalisa secara detail perusahaan yang mau anda investasikan.
Kunci melakukan screening saham ada 2 yaitu:
- Memilih perusahaan yang resiko bangkrut kecil
- Memilih perusahaan yang resiko rugi kecil dan resiko untung besar.
Sebagus apapun anda melakukan screening saham dan analisa perusahaan, market selalu bisa bertindak tidak rasional dalam jangka pendek. Tapi market umumnya akan selalu bergerak rasional dalam jangka panjang.
Melakukan screening dan analisa perusahaan membuat kita memiliki logika yang jelas kenapa kita berinvestasi di perusahaan tersebut. Dan dalam jangka panjang kita yakin akan mendapatkan keuntungan dari investasi kita.